Jurnal Nasional | Minggu, 15 Jan 2012
Suci Dian Hayati
Risiko terinfeksi kuman di rumah sakit atau biasa disebut infeksi
nosokomial masih sering terjadi di Indonesia. Bagaimana mewaspadainya?
MASIH ingat kasus meninggalnya 9 dari 10 pasien di
rumah sakit terkemuka di Jakarta pascamenjalani perawatan operasi
jantung? Hasil analisis laboratorium Klinik Mikrobiologi FKUI saat itu
diketahui bahwa pasien-pasien tersebut telah terinfeksi kuman yang
bersifat toksik dari cairan infus yang digunakan saat menjalani dan
pascaoperasi.
Ada pula kasus bayi-bayi yang terinfeksi kuman pseudomonas
sebagai penyebab utama meningitis saat menjalani perawatan di
inkubator. Hasil analisis diketahui bayi-bayi itu terinfeksi kuman yang
ternyata terbawa tanpa sengaja oleh tenaga kesehatan yang merawatnya.
Pakar mikrobiologi klinis dari
Klinik Mikrobiologi FKUI Prof Dr Usman Chatib Warsa mengatakan, kerugian
yang dialami pasien bukan saja penyakitnya bertambah, tetapi ia juga
harus menjalani masa perawatan yang lebih lama dan biaya yang lebih
besar. Sementara bagi pihak rumah sakit, menyebabkan beban kerja atau
tugas bertambah, biaya operasional meningkat, timbulnya rasa tidak
nyaman dalam menjalankan tugas, memungkinkan terjadinya tuntutan
(malpraktik), dan dapat menurunkan citra dan kualitas pelayanan rumah
sakit.
"Padahal semua itu bisa
dicegah jika pasien dan keluarga pasien bisa menjalani hidup yang bersih
seperti rajin mencuci tangan. Begitu pula dengan tenaga kesehatan di
rumah sakit yang terlatih dalam mencegah terjadinya penularan infeksi di
wilayahnya bekerja," katanya kepada Jurnal Nasional usai menghadiri acara media edukasi bertema "Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI Berperan Penting dalam Penatalaksanaan Penyakit Infeksi di Indonesia", di Jakarta, Desember lalu.
Ruang operasi yang seharusnya cukup steril, ternyata menurut
Chatib merupakan salah satu ruangan dengan tingkat infeksi kuman
tertinggi dibandingkan ruangan lainnya. Bukan saja dari pasien maupun
tenaga kesehatan, tetapi juga peralatan operasi. Baru diikuti dengan
ruang pasien.
"Aktivitas di ruang
pasien cukup tinggi, tidak saja dari kerabat pasien yang berganti-ganti
berdatangan. Tetapi juga dari dokter yang sudah pasti tidak sekadar
mengunjungi satu pasien dalam jadwal berkunjungnya. Belum lagi dari
penggunaan alat-alat kebersihan seperti baskom untuk mandi secara
bersama-sama," tuturnya.
Masalah Dunia
Infeksi nosokomial menurut Menteri Kesehatan Endang Rahayu
Sedyaningsih termasuk masalah penting di seluruh dunia, bukan saja di
Indonesia. Bahkan infeksi tipe ini terus meningkat dari 1 persen di
beberapa negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40 persen di Asia,
Amerika Latin, dan Afrika.
"Orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit, seperti pasien,
petugas kesehatan, penunggu/pengunjung sangat berisiko terinfeksi Health-care Associated Infections
(HAIs). Dengan pelaksanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI), permasalahan tersebut diharapkan dapat diatasi sebagai bentuk
dari patient safety," ujar Menkes dalam Seminar Sehari Patient Safety dan Pencegahan Pengendalian Infeksi, di Jakarta.
Menurut makalah berjudul Prevention of hospital-acquired infections, disebut
infeksi nosokomial jika pasien sebelumnya tanpa tanda-tanda klinis,
tidak berada dalam masa inkubasi suatu penyakit, bukan merupakan sisa
penyakit yang diderita sebelumnya, dan umumnya timbul setelah 3 x 24
jam. Penyebabnya pun bisa bermacam-macam, seperti bakteri, virus, maupun
jamur.
Cara penyebaran infeksi nosokomial bisa melalui self infection, cross infection, dan environmental infection. Contoh self infection misalnya, luka operasi yang hampir sembuh digaruk dengan tangan sendiri yang kotor sehingga terjadilah infeksi. Cross infection
terjadi saat penderita yang sakit noninfeksi tertular oleh penderita di
sekitarnya, misalnya tertular pasien dengan penyakit tuberkulosis,
diare, atau hepatitis. Sementara, environmental infection
merupakan infeksi yang terjadi akibat lingkungan rumah sakit atau
peralatan nonsteril, misalnya infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
atau kejadian phlebitis akibat pemasangan infus yang nonsteril.
Integrasi Klinik Mikrobiologi
Untuk mencegak tingkat infeksi di rumah sakit, Chatib mendesak
pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan untuk memperbanyak
tenaga-tenaga kesehatan yang terlatih dalam hal mencegah dan menangani
infeksi di lingkungan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya.
Begitu pula dengan fasilitas klinik mikrobiologi, karena di Indonesia
baru ada tiga pusat pelayanan mikrobiologi tipe A dan B.
Selain itu, rumah sakit juga diharapkan mau bekerja sama lebih
intens dengan klinik-klinik mikrobiologi untuk membantu menekan tingkat
infeksi nosokomial. Saat ini, baru ada sekitar 300 rumah sakit yang
menjalin kerja sama intens dengan laboratorium mikrobiologi. Berbeda
dengan rumah sakit-rumah sakit internasional lainnya, hubungan dua
sektor ini (RS dan klinik mikrobiologi) sangat kuat. Di antaranya, kata
Chatib, membantu dokter untuk mengetahui penyebab dasar munculnya
penyakit pada pasien.
Akhir tahun lalu, Menkes telah menegaskan untuk mengembangkan program patient safety di seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Tujuannya selain untuk menciptakan budaya patient safety, juga untuk memperbaiki
akuntabilitas rumah sakit, menurunkan angka HAIs dan melakukan
pencegahan agar 'kejadian yang tidak diinginkan' tidak terulang kembali.
Sambil menunggu, ada baiknya Anda
sendiri melakukan upaya sendiri. Misalnya, rajin mencuci tangan sebelum
dan sesudah merawat pasien, memakai peralatan pelindung (baju pelindung,
masker, sarung tangan, tutup kepala), memerhatikan sterilitas peralatan
yang digunakan. Setidaknya diharapkan dengan upaya tersebut mampu
menurunkan potensi terjadinya infeksi nosokomial.
***
DoCare Wash Gloves adalah salah satu solusi pencegahan infeksi nosokomial.
Karena :
DoCare wash gloves terbuat dari bahan yang lembut yang cocok digunakan untuk mandi atau pembersihan badan. Beberapa keuntungan:
- Mudah digunakan kapanpun dan dimanapun
- Tidak perlu pembilasan setelah pemakaian
- Higienis
- Mudah digunakan
- Ramah lingkungan
- Mengandung Antiseptic yang melindungi kulit dari bakteri
- Halus dan lembut
- Dapat digunakan dengan temperature panas atau dingin tergantung kebutuhan pemakai
- Aman untuk anak-anak dan lansia
Komposisi DoCare Wash Gloves :
1. Aqua : Air murni
2. Sodium Lauroyl Sarcosinate : Sabun tanpa busa
3. Poly (hexamethylene biguanide) Hydrochloride : Anti Septik
4. Cetylpyridinium Chloride : Anti Septik
5. Chloromethylisothiazolinone : Anti Septik
6. Methylisothiazolinone : Anti Septik
7. Propilene Glycol : Pelembab
8. Aloevera : Pelembut Kulit
9. Allantoine : Anti Iritasi
10. PEG-40 Hydrogenated Castor Oil : Pengemulsi
11. Fragrance
Varian DoCare Wash Gloves :
1. Parfum isi 4 dan isi 18
2. Non Parfum isi 4 dan isi 18
Saat ini DoCare Wash Gloves sudah dan sedang di pasarkan di RS di seluruh Indonesia untuk membersihkan tubuh pasien khususnya untuk pasien tirah baring.
Jadi tidak di butuhkan lagi Baskom sebagai wadah air, Sabun, Washlap Basuh, Handuk kering.
Adapun keuntungan menggunakan DoCare Wash Gloves :
1. Sisi Hygienis : Lebih bersih karena DoCare Wash Gloves merupakan Produk sekali pakai langsung buang. Sehingga mengurangi terjadinya infeksi silang dari pasien sendiri maupun pasien lain. Dan Docare Wash Gloves merupakan produk BioDegradable sehingga ramah lingkungan.
2. Sisi Praktis : Lebih hemat waktu untuk perawat dalam hal memandikan pasien karena hanya sekali usap tanpa harus ada proses penyabunan, pembilasan, pengeringan. Sehingga perawat bisa lebih konsen dalam hal perawatan kesehatan yang lain.
3. Sisi Ekonomis : Karena tidak membutuhkan biaya-biaya tambahan lain seperti biaya air bersih, listrik, sabun mandi pasien, maupun sabun untuk mencuci linen handuk dan baskom.
Untuk info lebih lanjut silahkan menghubungi :
Elistia Winanty
085694231135 / 02135940382