Wednesday, July 11, 2012

Mencegah Infeksi Nosokomial

 
Jurnal Nasional | Minggu, 15 Jan 2012

Suci Dian Hayati
Risiko terinfeksi kuman di rumah sakit atau biasa disebut infeksi nosokomial masih sering terjadi di Indonesia. Bagaimana mewaspadainya?
MASIH ingat kasus meninggalnya 9 dari 10 pasien di rumah sakit terkemuka di Jakarta pascamenjalani perawatan operasi jantung? Hasil analisis laboratorium Klinik Mikrobiologi FKUI saat itu diketahui bahwa pasien-pasien tersebut telah terinfeksi kuman yang bersifat toksik dari cairan infus yang digunakan saat menjalani dan pascaoperasi. 

Ada pula kasus bayi-bayi yang terinfeksi kuman pseudomonas sebagai penyebab utama meningitis saat menjalani perawatan di inkubator. Hasil analisis diketahui bayi-bayi itu terinfeksi kuman yang ternyata terbawa tanpa sengaja oleh tenaga kesehatan yang merawatnya. 

Pakar mikrobiologi klinis dari Klinik Mikrobiologi FKUI Prof Dr Usman Chatib Warsa mengatakan, kerugian yang dialami pasien bukan saja penyakitnya bertambah, tetapi ia juga harus menjalani masa perawatan yang lebih lama dan biaya yang lebih besar. Sementara bagi pihak rumah sakit, menyebabkan beban kerja atau tugas bertambah, biaya operasional meningkat, timbulnya rasa tidak nyaman dalam menjalankan tugas, memungkinkan terjadinya tuntutan (malpraktik), dan dapat menurunkan citra dan kualitas pelayanan rumah sakit. 

"Padahal semua itu bisa dicegah jika pasien dan keluarga pasien bisa menjalani hidup yang bersih seperti rajin mencuci tangan. Begitu pula dengan tenaga kesehatan di rumah sakit yang terlatih dalam mencegah terjadinya penularan infeksi di wilayahnya bekerja," katanya kepada Jurnal Nasional usai menghadiri acara media edukasi bertema "Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI Berperan Penting dalam Penatalaksanaan Penyakit Infeksi di Indonesia", di Jakarta, Desember lalu. 

Ruang operasi yang seharusnya cukup steril, ternyata menurut Chatib merupakan salah satu ruangan dengan tingkat infeksi kuman tertinggi dibandingkan ruangan lainnya. Bukan saja dari pasien maupun tenaga kesehatan, tetapi juga peralatan operasi. Baru diikuti dengan ruang pasien. 

"Aktivitas di ruang pasien cukup tinggi, tidak saja dari kerabat pasien yang berganti-ganti berdatangan. Tetapi juga dari dokter yang sudah pasti tidak sekadar mengunjungi satu pasien dalam jadwal berkunjungnya. Belum lagi dari penggunaan alat-alat kebersihan seperti baskom untuk mandi secara bersama-sama," tuturnya. 


Masalah Dunia
 
Infeksi nosokomial menurut Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih termasuk masalah penting di seluruh dunia, bukan saja di Indonesia. Bahkan infeksi tipe ini terus meningkat dari 1 persen di beberapa negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40 persen di Asia, Amerika Latin, dan Afrika. 

"Orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit, seperti pasien, petugas kesehatan, penunggu/pengunjung sangat berisiko terinfeksi Health-care Associated Infections (HAIs). Dengan pelaksanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), permasalahan tersebut diharapkan dapat diatasi sebagai bentuk dari patient safety," ujar Menkes dalam Seminar Sehari Patient Safety dan Pencegahan Pengendalian Infeksi, di Jakarta. 

Menurut makalah berjudul Prevention of hospital-acquired infections, disebut infeksi nosokomial jika pasien sebelumnya tanpa tanda-tanda klinis, tidak berada dalam masa inkubasi suatu penyakit, bukan merupakan sisa penyakit yang diderita sebelumnya, dan umumnya timbul setelah 3 x 24 jam. Penyebabnya pun bisa bermacam-macam, seperti bakteri, virus, maupun jamur. 

Cara penyebaran infeksi nosokomial bisa melalui self infection, cross infection, dan environmental infection. Contoh self infection misalnya, luka operasi yang hampir sembuh digaruk dengan tangan sendiri yang kotor sehingga terjadilah infeksi. Cross infection terjadi saat penderita yang sakit noninfeksi tertular oleh penderita di sekitarnya, misalnya tertular pasien dengan penyakit tuberkulosis, diare, atau hepatitis. Sementara, environmental infection merupakan infeksi yang terjadi akibat lingkungan rumah sakit atau peralatan nonsteril, misalnya infeksi saluran kemih akibat kateterisasi atau kejadian phlebitis akibat pemasangan infus yang nonsteril. 


Integrasi Klinik Mikrobiologi
 
Untuk mencegak tingkat infeksi di rumah sakit, Chatib mendesak pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan untuk memperbanyak tenaga-tenaga kesehatan yang terlatih dalam hal mencegah dan menangani infeksi di lingkungan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya. Begitu pula dengan fasilitas klinik mikrobiologi, karena di Indonesia baru ada tiga pusat pelayanan mikrobiologi tipe A dan B.

Selain itu, rumah sakit juga diharapkan mau bekerja sama lebih intens dengan klinik-klinik mikrobiologi untuk membantu menekan tingkat infeksi nosokomial. Saat ini, baru ada sekitar 300 rumah sakit yang menjalin kerja sama intens dengan laboratorium mikrobiologi. Berbeda dengan rumah sakit-rumah sakit internasional lainnya, hubungan dua sektor ini (RS dan klinik mikrobiologi) sangat kuat. Di antaranya, kata Chatib, membantu dokter untuk mengetahui penyebab dasar munculnya penyakit pada pasien. 

Akhir tahun lalu, Menkes telah menegaskan untuk mengembangkan program patient safety di seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Tujuannya selain untuk menciptakan budaya patient safety, juga untuk memperbaiki akuntabilitas rumah sakit, menurunkan angka HAIs dan melakukan pencegahan agar 'kejadian yang tidak diinginkan' tidak terulang kembali. 

Sambil menunggu, ada baiknya Anda sendiri melakukan upaya sendiri. Misalnya, rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, memakai peralatan pelindung (baju pelindung, masker, sarung tangan, tutup kepala), memerhatikan sterilitas peralatan yang digunakan. Setidaknya diharapkan dengan upaya tersebut mampu menurunkan potensi terjadinya infeksi nosokomial.
***

DoCare Wash Gloves adalah salah satu solusi pencegahan infeksi nosokomial. 

Karena :

DoCare wash gloves terbuat dari bahan yang lembut yang cocok digunakan untuk mandi atau pembersihan badan. Beberapa keuntungan:
  • Mudah digunakan kapanpun dan dimanapun
  • Tidak perlu pembilasan setelah pemakaian
  • Higienis
  • Mudah digunakan
  • Ramah lingkungan
  • Mengandung Antiseptic yang melindungi kulit dari bakteri
  • Halus dan lembut
  • Dapat digunakan dengan temperature panas atau dingin tergantung kebutuhan pemakai
  • Aman untuk anak-anak dan lansia

Komposisi DoCare Wash Gloves  :

1. Aqua : Air murni
2. Sodium Lauroyl Sarcosinate : Sabun tanpa busa
3. Poly (hexamethylene biguanide) Hydrochloride : Anti Septik
4. Cetylpyridinium Chloride : Anti Septik
5. Chloromethylisothiazolinone : Anti Septik
6. Methylisothiazolinone : Anti Septik
7. Propilene Glycol : Pelembab
8. Aloevera : Pelembut Kulit
9. Allantoine : Anti Iritasi
10. PEG-40 Hydrogenated Castor Oil : Pengemulsi
11. Fragrance


Varian DoCare Wash Gloves :

1. Parfum isi 4 dan isi 18
2. Non Parfum isi 4 dan isi 18

Saat ini DoCare Wash Gloves sudah dan sedang di pasarkan di RS di seluruh Indonesia untuk membersihkan tubuh pasien khususnya untuk pasien tirah baring. 

Jadi tidak di butuhkan lagi Baskom sebagai wadah air, Sabun, Washlap Basuh, Handuk kering.

Adapun keuntungan menggunakan DoCare Wash Gloves :

1. Sisi Hygienis : Lebih bersih karena DoCare Wash Gloves merupakan Produk sekali pakai langsung buang. Sehingga mengurangi terjadinya infeksi silang dari pasien sendiri maupun pasien lain. Dan Docare Wash Gloves merupakan produk BioDegradable sehingga ramah lingkungan.

2. Sisi Praktis : Lebih hemat waktu untuk perawat dalam hal memandikan pasien karena hanya sekali usap tanpa harus ada proses penyabunan, pembilasan, pengeringan. Sehingga perawat bisa lebih konsen dalam hal perawatan kesehatan yang lain.

3. Sisi Ekonomis : Karena tidak membutuhkan biaya-biaya tambahan lain seperti biaya air bersih, listrik, sabun mandi pasien, maupun sabun untuk mencuci linen handuk dan baskom.

Untuk info lebih lanjut silahkan menghubungi :
Elistia Winanty
085694231135 / 02135940382




 

No comments:

Post a Comment